Penulis: Raizal Arifin
Sekjend DPP PUI
Cita-cita yang tak menimbulkan tekad dan dorongan untuk mewujudkannya, bukanlah cita-cita. Itu hanya serangkai kata keinginan basa-basi semata. Begitu besarnya energi cita-cita, sampai membuat kelompok anak muda siap menumpahkan darah dan air mata. Kerja ratusan tahun yang rasanya mustahil terselesaikan, bisa tertunaikan dalam waktu 17 tahun sejak cita-cita itu dipancangkan. Layar sudah terkembang, pantang surut kebelakang. Sumpah Pemuda 1928 adalah manifestasi cita-cita untuk membuat satu Indonesia. Dari anak-anak muda ini, cita-cita terus membara hingga segala cara ditempuh untuk mecapai kata merdeka. Hari ini 17 Agustus menjadi saksi kekuatan cita-cita kita sebagai Bangsa.
Sayang, saat agresi militer dan rongrongan dari dalam mulai terkenali, cita-cita merdeka mulai kehilangan makna. Kita sudah merdeka dan memiliki pemerintahan sendiri, lantas mau apa?. Lalu muncul ‘penumpang gelap’ yang membuat makna kemerdekaan kian terlupakan. Sebagian penguasa, politisi, aparat hingga pegawai yang digaji untuk mengelola Negara Merdeka ini, mulai sibuk mencari keuntungan pribadi. Pancasila sebagai konsensus nasional ditafsirkan sesuai selera penguasa untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Lahirlah generasi demi generasi yang tak lagi tahu makna dan cita-cita dibalik kata Merdeka walau setiap Agustus digelar upacara.
Tanyakanlah pada semua anak-anak, pemuda dan orang tua di penjuru Nusantara tentang apa cita-cita mereka. Yakinlah, sebagian besar akan berkata tentang keinginan atas profesi atau memiliki sesuatu yang menurut mereka berharga. Nyaris tidak ada Indonesia dalam kalimat cita-cita kita semua. Bahkan jawaban kitapun sesungguhnya bukan cita-cita, karena ia tak memberikan energi apa-apa selain pragmatisme semata.
Semangat warga kita terpancar saat lomba 17an, kitapun marah saat Merah Putih kita dicela. Tapi ini seperti gimik semata. Karena ada banyak persoalan bangsa yang genting, justru kita tanggapi dengan becanda. Kita mudah melupakan berbagai masalah negeri yang sesungguhnya siap menjadi mala petaka. Kita sibuk menuntut ilmu hingga mancanegara, tapi tak paham mau berbuat apa untuk Indonesia. Kita bekerja dari subuh hingga gelap gulita, hanya untuk menuntaskan hajat perut dan bertahan hidup semata. Sementara sebagai Bangsa, kita nyaris tak lagi merasa menjadi satu tubuh yang bergerak ke arah cita-cita yang sama.
Sadarlah kaum muda, bahwa Bangsa dan Negara ini adalah amanah utama. Amanah dari para pejuang kemerdekaan dan pendiri Bangsa. Fikiran mereka telah tercurahkan, keringat telah dikucurkan, darah telah tertumpah, bahkan nyawa telah diikhlaskan untuk Cita-cita Indonesia semata. Allah SWT telah menitipkan sepenggal surga dan kemerdekaan pada kita. Bukan untuk dinikmati semata, tapi untuk diperjuangkan agar setiap butir cita-cita kemerdekaan menjadi nyata. Kita merdeka bukan hanya untuk hidup nyaman sahaja, tapi untuk membawa Bangsa dan Negara ini berjaya karena telah mewujudkan semua cita-cita.
Setiap kita punya tanggung jawab di pundak kita. Dimanapun kita berkarya, disana ada amanah untuk membuat apa yang kita perbuat berkorelasi pada kejayaan Indonesia. Hidup bukan untuk rutinitas semata, tapi untuk terus tumbuh, maju, meroket hingga setiap kita punya peran strategis dan berdampak bagi terwujudnya cita-cita bangsa. Bagi kejayaan Indonesia. Inilah tugas masing-masing kita, sambil berupaya membagun sinergi dan kolaborasi agar tetesan-tetesan karya kita menyatu menjadi arus yang membawa perubahan bagi semesta. Bermula dari tetesan karya masing-masing kita, walau sederhana, akan menjadi dahsyat pada saatnya.
Jadikan kehendak menjayakan Indonesia sebagai cita-cita baru kita sebagai bangsa, sebagai warga negara. Indonesia tegak karena perjuangan semua orang tua kita di berbagai penjuru Nusantara. Tidak ada yang paling berhak memiliki bangsa ini selain kita bersama. Tak ada juga yang paling bertanggung jawab atas nasib bangsa ini selain kita bersama. Semua bangsa tentu wajar memandang bangsa kita sebagai hidangan untuk agenda kejayaan mereka. Maka kitapun harus punya cita-cita dan agenda untuk mewujudkan kejayaan Bangsa kita. Tak perlu menganggu bangsa lain, tanah air kita sudah teramat kaya untuk sekedar hidup sejahtera dan berjaya. Satukan cita-cita kita wahai kawan. Kita Merdeka untuk Berjaya, bukan untuk dicabik dan dihina oleh bangsa lainnya. Selamat hari Merdeka.
Jakarta – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Persatuan Ummat Islam (PB HIMA PUI) mengecam keras permintaan…
Jakarta – Pengurus Pusat Pemuda Ummat Islam (PP Pemuda PUI) menyatakan keprihatinannya terkait surat permohonan…
Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!
Jakarta, 30 Juni 2024 – Persatuan Ummat Islam (PUI) dengan tegas menyatakan bahwa insiden peretasan…
PUI.OR.ID, Bandar Lampung – Pimpinan Wilayah (PW) Persatuan Ummat Islam (PUI) Provinsi Lampung Periode 2024-2029, hari…
PUI.OR.ID, JAKARTA – Ahmad Falahuddin terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Persatuan Ummat…